onlinentt.com-Rote Ndao-Sebelum ditemukan oleh Samuel Ashmore dan dinamai Ashmore sesuai nama kapalnya
dalam catatan Eropa pada tanggal 11 Juni 1811, pada Tahun 1878, negara Inggris pernah menganeksasi Pulau Pasir, sebagai tempat pertambangan fosfat. Namun di era Tahun 1850-an, pulau ini tidak pernah diklaim oleh negara mana pun. (sumber : news.detik.com).
Sementara, jauh sebelum itu, pulau yang saat ini terkenal dengan nama Ashmore, memiliki nama yang dipercaya oleh orang Rote berbau mistis, yaitu, “Nusa Sain Nggeon”.
Nusa Sain Nggeon, bermakna harafiah yang berarti, “Pulau yang memiliki laut berwarna hitam pekat”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pulau Sain Nggeon, (Ashmore), dipercaya merupakan salah satu tempat persinggahan roh atau arwah orang Rote setelah meninggal dunia.
Dahulu, bahkan hingga hari ini sebutan,”Sain Nggeon”, masih terdengar akrab, ketika ada seseorang Rote meninggal dunia dan ditanya kemana dia pergi maka para tetua akan menjawab, “Neni Sain Nggeon Neu”,
Ungkapan “Neni Sain Neu”, juga bermakna harafiah, artinya bahwa yang meninggal dunia sedang bepergian ke sebuah pulau yang lautannya berwarna hitam pekat.
Ungkapan demikian dipercaya sangatlah sakral atau pemali untuk bertanya lebih lanjut. Oleh karena itu, nama Pulau Ashmore atau Pulau Pasir, bukanlah negeri, (Nusa), atau Pulau yang asing bagi orang Rote.
Sejarah lokal Rote mencatat, bahwa sejak exodus Raja Foe Mbura bersama sejumlah raja yang merupakan sekutunya ke Matabi, (Dahulu sebutan orang Jawa/Bali dan beberapa rumpun etnis lainnya disebut Batavia, (saat ini dikatakan Jakarta), untuk mencari keselamatan, (akhirat), pada Tahun 1725, perahu mereka terkena hantaman badai, gelombang tinggi dan terbawa arus hingga terdampar di Pulau Ashmore.
Untuk bertahan dan tidak kelaparan di perjalanan, Foe Mbura dan rombongannya membawa ketupat, lepa, (sejenis makanan terbuat dari parutan ampas kelapa tua yang dicampur dengan gula air, lalu digoreng hingga kemerah-merahan, kemudian dibuat bulat, seperti bola tenis). Mereka juga membawa buah kelapa tua, gula air dan gula lempeng.
Beberapa bulan terdampar di Pulau Ashmore/Sain Nggeon, mereka juga memanfaatkan dan atau mengumpulkan Sumber Daya Alam, (SDA), yang ada di sana untuk dikonsumsi dalam perjalanan, diantaranya, taripang,(Nafi=sebutan dalam bahasa Rote), daging dan telur kea, (penyu), telur burung dan sayur laut.
Sebelum meninggalkan pulau arwah, beberapa orang dalam rombongan Raja ex Nusak Ti terkena disentri dan meninggal dunia sehingga dikuburkan di atas Pulau Pasir.
Adapun leluhur orang Rote yang meninggal di sana, antara lain, Dato Nara dan Nara Dato’ dan sejumlah nama lainnya yang oleh penulis belum dapat dipastikan, masih perlu dilakukan penelusuran lebih jauh.
Bahkan, oleh Raja Foe Mbura, untuk mengenang kedua leluhur ini, dua buah pulau kecil yang masuk dalam deretan Kepulauan Ashmore dan Cartier, yakni, Pulau Dato’ Satu dan Dato’ Dua, diambil dari nama kedua leluhur.
Menurut almarhum, ayah penulis yang pernah ke Pulau Pasir sebelum meninggal dunia, sempat bercerita bahwa setiap perahu pencari hasil laut dari ex Nusak Ti, yaitu Batutua, Fau, Deranita, Oeseli dan Landu Ti, bila menyinggahi Pulau Ashmore dan Cartier, selalu mengunjungi kuburan-kuburan tersebut.
Sementara, sejumlah buah kelapa yang di bawa sebagai bahan konsumsi yang telah bertunas ditanam dengan maksud agar suatu kelak setiap orang Rote yang datang menyinggai pulau Ashmore dan Cartier dapat memanfaatkannya.
Dilihat dalam peta dunia, letak Kepulauan Ashmore dan Cartier/atau Pulau Pasir, dari Pantai Barat Laut Australia, sekitar 320 km, sedangkan Pulau Rote Provinsi NTT, sekitar 170 km
Perbedaan jarak tersebut, menjelaskan kalau Pulau Ashmore dan Cartier menjadi bagian dari Kepulauan Rote namun secara fisik, lebih kurang dua abad Pulau Ashmore dan Cartier telah dikuasi oleh Australia dengan dalil diserahkan oleh Inggris. Penulis Johanes Yoseph Henuk