Pemberdayaan masyarakat, lanjutnya, hanya kedok untuk menutupi keberadaan obsteker yang diduga adalah kroni-kroni pejabat penting di Pemprov NTT. “Kalau bagi bibit dan pestisida untuk masyarakat tanam jagung dimusim hujan, itu namanya kedok. Karena tanpa diproyekkan juga masyarakat tetap tanam jagung di musim hujan. Kenapa harus kasih keluar uang banyak-banyak untuk tanam jagung di lahan masyarakat. Kan tidak ada perluasan areal tanam dan peningkatan produksi,” kritiknya.
Rumat juga mempertanyakan areal yang ditanami pada Periode April-September. “Coba dinas pertanian tunjukan dimana 1.000 Ha lahan jagung yang dipanen pada periode April-September 2019. TJPS itu kan untuk ditanam di musim panas, bukan dimusim hujan. Jangan sampai terjadi tumpang tindih dengan kegiatan penyediaan benih dari Kementerian Pertanian?” ujarnya menduga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lagi pula, lanjut Rumat,setiap tahun ada sekitar 1.300 Ha areal irigasi yang ditanami jagung oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas).“Kegiatan itu sudah berjalan setiap tahun dan dibiayai dari Kementerian Pertanian untuk penyediaan benih bagi petani di musim tanam periode Oktober-Maret (Okmar). Yang jadi pertanyaannya, TJPS ini tanam di lokasi yang mana? Coba tunjukan peta sebarannya kepada kami?” usutnya.

Ikuti Kami
Subscribe














