II. Filosofi Pohon Lontar
Etnis Rote secara umum telah menganggap pohon lontar sebagai Ibu/ sumber kehidupan. Bahkan sakingnya kepercayaan itu, etnis Rote menyakini, setiap orang Rote telah diberikan kelebihan atau talenta oleh Sang Pencipta, sebagai penyadap lontar atau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun merupakan suatu berkat yang terberkati sepanjang anak cucu.
Namun dibalik itu, etnis Rote menyakini, bahwa untuk meraih kesuksesannya kembali kepada keberpihakan
Sang Pemberi kemujuran. Sehingga kemujuran atau beruntungan itu selalu dikait-kaitkan dengan sebuah syair adat, sebagai motivasi dan spirit bagi seseorang etnis Rote.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Misalnya, mereka mengatakan dalam syair, “Mae tua titi nai oo langgan boe oo ela ua tuak bali dei, do mae tasi mbesa mai oo ein boe oo ela ua tasik bali dei”.
Makna syair tersebut bila diterjemahkan maka akan berarti, “Meskipun air nira menetes tidak henti-henti dan mengenai kepala seseorang dan air laut pasang hingga membasahi kaki seseorang pun segala berkat itu tergantung kepada nasib setiap orang”.
Disini, etnis Rote mengakui, bahwa keberuntungan dan masa depan setiap orang itu, berbeda-beda dan telah diatur oleh Sang Pemberi kehidupan.
Konon keegoisan etnis Rote demikian, karena berfilosofi kepada pohon lontar yang air niranya banyak dan manis tidak berada dalam rumpun pepohonan lontar yang lain.
Artinya, ada pengakuan bahwa tidak mengherankan, seseorang etnis Rote ketika merintis atau berjuang meraih sesuatu selalu mengandalkan kekuatan individualnya.
Kekuatan kemandiriannya yang begitu kuat, individu seseorang etnis Rote, jarang mengandalkan keluarga atau family sebagai sebuah kekuatan pendukung.*jh
Ikuti terus sejarah lontar, sebab hanya ada di onlinentt.com