Komunikasi Upaya Perdamaian Gagal, Gegara Permintaan Masukan Kata Dugaan
onlinentt.com-Rote Ndao-Komunikasi perdamaian antara pihak AEM dengan YA, hampir mencapai kesepakatan setelah adanya pengakuan AEM melalui MM sebagai yang dituakan dalam keluarga. Namun komunikasi yang tinggal penandatanganan surat perdamaian oleh kedua belah pihak yang rencananya ditutup dengan doa dan makan bersama, terpaksa harus buyar, gegara saat dilakukan pembacaan pernyataan perdamaian, diminta oleh pihak AEM untuk menambahkan kata dugaan dalam surat tersebut pada kalimat pelecehan seksual menjadi dugaan pelecehan seksual oleh pihak AEM.
Tapi permintaan penambahan kata tersebut mendapat penolakan dari pihak YA karena alasannya sudah ada pengakuan dari AEM melalui yang dituakan MM, setelah itu baru dibuatkan surat kesepakatan oleh sekretaris desa yang rencana akan ditandatangani bersama oleh kedua belah pihak untuk menyudahi persoalan ini.
“Semua sudah disepakati. Orang tua sudah bicara dari hati ke hati maka sudah buat surat pernyataan perdamaian. Namun dalam surat tersebut terdapat kata pelecehan seksual maka diminta oleh pihak AEM agar kalimat itu ditambahkan kata dugaan.
Tapi justru permintaan tersebut menuai ketidaksepahaman yang berujung buyar perdamaian” demikian diungkapkan Kapala Urusan, (Kaur), Pemerintahan Desa Lentera, Eduard Ndolu, usai buyarnya perdamaian Sabtu, (25/05/2024) lalu.
Menurut Eduard, pihak YA menolak penambahan kata dugaan karena AEM melalui yang dituakan sudah mengakui perbuatannya, baru dilaksanakan denda adat sesuai tradisi orang Rote Ti, berupa satu ekor kerbau betina, satu ekor hewan perdamaian, sesuai tradisi dan adat, hewan tersebut dipikul menggunakan dua buah kayu pikulan dan satu buah sarung atau selimut sesuai kepercayaan adat untuk menutup kembali aurat karena secara adat dan budaya dengan adanya kasus ini YA terkesan telah “ditelanjangi”, “ungkap Ndolu
Disinggung, apakah sejak buyarnya komunikasi perdamaian, masih ada konfirmasi atau tidak dari pihak AEM dengan pihak YA untuk melanjutkan perdamaian, Kasi Pemerintahan ini mengaku secara pribadi tidak mengetahui namun keluarga masih membuka pintu untuk perdamaian,”terang dia.
Sementara, BA, ayah kandung YA, yang dikonfirmasi media ini di kediamannya, Selasa, (28/05/2024), mengaku pihak AEM datang untuk komunikasi damai pada hari Sabtu, (25/05/2024).
Dalam komunikasi perdamaian tersebut dilanjutkan BA, pihak AEM enggan menghadirkan YA sebagai korban tetapi mereka mengaku bersalah baik berita yang dinaikan di media dan surat permohonan ke Bupati, kepala dinas hingga camat itu benar.
“Mereka datang pada hari Sabtu, 25 Mei 2024, mereka tidak mau hadirkan YA sebagai korban. Hanya mereka, (pihak AEM), mengaku mereka pung kesalahan. Mereka bertahan tidak mau ceritera satu persatu. Tapi dari keseluruhan, baik berita yang naik di media, dan sampai di surat permohonan ke Bupati sampai ke kepala dinas sampai dengan camat itu dong mengakui keseluruhannya mereka salah bahwa itu benar,” urai BA.
Masih diteruskan BA, setelah ada pengakuan bersalah dari pihak AEM, lalu kemudian dilakukan denda adat yang disusul oleh pembuatan surat kesepakatan perdamaian. Namun dalam penyusunan kalimat pelecehan seksual, pihak AEM meminta agar jangan menggunakan kalimat pelecehan seksual tetapi harus menambah kata dugaan.
Berawal dari situ, BA menjelaskan, kepala desa setempat menyatakan bila ada penambahan kata dugaan pada kalimat pelecehan seksual maka tidak bisa dikenakan denda adat sebab dari pengakuan pihak AEM, barulah dilakukan denda adat maka pihak YA tetap bertahan dan menolak penambahan kata dugaan karena pihaknya berpikir, bahwa kalau dilakukan dan dilakukan denda adat maka ke depan pihaknya akan terjerat hukum.
“Tetapi ceritera selanjutnya (sebenarnya), nanti di pihak pemerintahan karena pihak pemerintahan sudah ada dan tokoh-tokoh adat sudah ada papa. Dan denda-denda adat sudah berlaku tinggal isi surat saja yang mereka tidak mau mengakui bahwa pelecehan itu tidak boleh taruh di dalam hanya diduga saja. Na diduga berarti pemerintah tidak bisa denda juga sedangkan kamu sudah mengaku dan denda adat sudah ada berlaku baru terakhir dulu baru mereka katakan bahwa kami tidak terima kalau isi suratnya pelecehan di dalam. Hewan perdamaian berupa babi kita sudah tikam bapak. Sudah bunuh tapi karena isi suratnya berbeda sehingga saya katakan dindepan bahwa bapak dong pung makanan silahkan bawa pulang, (kembali), kami tidak tanggung jawab ini makanan karena papa dong katakan bahwa bunuh sudah karena sudah selesai na selesai terakhir di itu surat bapak bahwa mereka tidak mengakui isi surat seperti itu. Surat ada di kepala desa jadi bapak dong silahkan nanti masuk di kepala supaya lebih tahu lebih jelas,” terang dia.
Untuk diketahui, saat awak media yang hendak mengikuti komunikasi perdamaian antara pihak AEM dan pihak YA pada Sabtu, (25/05/2024), lalu, tiba di sana pihak AEM sudah tidak berada di lokasi perdamaian tepatnya di kediaman YA, hanya tersisa kepala desa dan kasi pemerintahan desa setempat, dan lebih kurang 20 orang keluarga dari pihak YA, yang sebagian sedang duduk di dalam rumah dan sebagiannya sementara memasak daging hewan denda adat yang telah disembelih.
Sementara AEM, yang dikonfirmasi media ini untuk menanyakan prihal kebenaran komunikasi perdamaian tersebut melalui nomer kontak WhatsApp 085 238 XXX XXX, terlihat berdering namun tidak mengangkat panggilan. *
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.