Pemprov NTT Terus Berupaya Keras Cegah dan Atasi Penyakit Rabies
onlinentt.com-Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT terus berupaya keras untuk melakukan pencegahan dan penyebaran Penyakit Rabies. Setelah terjadi di Pulau Flores dan Lembata, Hewan Penular Rabies (HPR) yakni anjing ditemukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Peternakan NTT dan Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Catata Sipil NTT terus melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengatasi penyebaran penyakit akibat gigitan anjing yang terinfeksi virus rabies atau HPR lainnya.
“Rabies itu memang penyakit yang mematikan tetapi seyogyanya bisa dicegah. Masyarakat dihimbau untuk tidak perlu panik. Langkah pencegahan yang paling murah, efektif dan tidak butuh anggaran adalah dengan ikat dan kandangkan HPR khususnya anjing.
Yang pelihara anjing agar dipelihara dengan baik, diikat dan dikandangkan sehingga tidak tertular virus rabies dan mudah dilakukan pengawasan dan pengamatan,” kata Kepala Dinas Peternakan NTT, Johanna E. Lisapaly saat memberikan keterangan Pers kepada awak media di Kantor Gubernur, Jumat (23/06/2023).
Menurut Johanna, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat saat mengunjungi wilayah yang terkena virus rabies di kabupaten TTS pada 1 Juni lalu, telah memberikan dan mengeluarkan instruksi tegas kepada para bupati yang wilayahnya masuk zona merah rabies dan wilayah-wilayah sekitarnya khususnya di Pulau Timor untuk melakukan langkah-langkah protektif yang luar biasa.
“Termasuk di dalamnya untuk menutup lalu lintas HPR antar kabupaten. Bupati TTS juga telah menanggapi edaran ini dengan mengeluarkan instruksi untuk menutup pergerakan lalu lintas pergerak HPR keluar masuk Kabupaten TTS,” jelas mantan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan NTT tersebut.
Lebih lanjut, Johanna juga menguraikan, Pemerintah Provinsi juga terus menggencarkan upaya vaksinasi terhadap anjing. Karena kalau 70 persen populasi anjing di wilayah endemi dan zona merah rabies divaksin, maka akan terbentuk kekebalan kelompok atau herd immunity pada populasi anjing di wilayah tersebut dan memutus mata rantai penyebaran rabies.
“Tahun ini kita punya stok vaksin untuk HPR sebanyak 17.500 dosis dari alokasi APBN. Kita telah mendistribusikan 6.000 vaksin ke TTS dan sudah 5.303 anjing yang telah divaksin di sana.
Juga ada bantuan vaksin dari komunitas pemerhati dan pencinta anjing serta Organisasi Non Pemerintah (NGO,red).
Kementerian Pertanian khususnya Ditjen PKH (Peternakan dan Kesehatan Hewan) juga telah memperjuangkan bantuan vaksin dari WOAH (World Organisation for Animal Health/Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) dan kita akan dapatkan 200 ribu vaksin yang akan dikirim dalam dua tahap.
Kemarin saya sudah mendapatkan informasi dari Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Kupang bahwa 100 ribu dosis vaksin itu akan segera tiba, mudah-mudahan awal Juli ini,” kata Johanna.
Johanna juga mengungkapkan, untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian rabies telah dibentuk satuan tugas (satgas) dan posko di daerah-daerah zona merah dengan melibatkan lintas sektor. Kabupaten-kabupaten yang dekat dan berbatasan dengan kabupaten TTS dikategorikan daerah terancam dan terduga.
“Harus ada komitmen dan partisipasi kita semua untuk cegah ini. Seluruh stakeholder harus ikut lakukan edukasi. Karena petugas lapangan kita sangat kurang, kita juga lakukan kerjasama dengan perguruan tinggi.
Tentu saja para petugas lapangan ini harus divaksin lebih dahulu. Kami berharap agar kabupaten/kota di Pulau Timor harus mulai melakukan pendataan terhadap HPR khususnya anjing.
Eliminasi dalam kondisi KLB memang diperkenankan tapi tetap harus perhatikan Kesrawan atau kesejahteraan hewan,” pungkas Kadis Peternakan.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Catatan Sipil NTT, Ruth D. Laiskodat mengharapkan agar masyarakat yang tercakar atau tergigit hewan-hewan yang masuk kategori HPR khususnya anjing agar segera dilakukan penanganana secara medis. Jangan dibiarkan terlalu lama di rumah tanpa penanganan.
“Saat ini, kita sedang menghadapi situasi penyakit rabies di Flores dan Lembata ditambah TTS.
Karenanya, kalau terjadi gigitan atau cakaran oleh anjing entah itu terinfeksi virus rabies atau tidak, usaha pertama yang harus dilakukan adalah mencuci dengan air mengalir selama 15 menit dengan deterjen apa saja.
Karena virus rabies bagian luarnya lemak, dia akan larut bersama deterjen. Kalau itu dilakukan 70 persen virus itu sudah tereliminasi atau keluar dari tubuh.
Sesudah itu harus segera ke sarana pelayanan kesehatan untuk ditangani dan dipantau lebih lanjut oleh tenaga kesehatan serta diberikan baik itu VAR (Vaksin Anti Rabies) atau SAR (Serum Anti Rabies),” jelas Ruth.
Lebih lanjut, Ruth mengungkapkan, Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil NTT melalui Instalasi Farmasi selalu menyiapkan stok VAR dan SAR.
Stok VAR yang masih tersisa di Instalasi Farmasi sebanyak 14.596 vial dan SAR sebanyak 10 vial. Yang sudah didstribusikan sampai dengan keadaan 18 Juni, VAR sebanyak 25.200 vial dan 220 vial SAR ke kabupaten yang masuk zona merah dan kabupaten/kota lainnya di sekitar daerah endemi.
“Untuk TTS, kita sudah distribusikan 3.000 vial VAR dan 54 vial SAR. Dari jumlah yang didistribusikan itu, masih ada 1.317 VAR dan 36 SAR yang masih belum dimanfaatkan dan tersisa di Kabupaten TTS.
Seminggu terakhir, kabupaten-kabupaten yang berbatasan dan dekat dengan TTS termasuk Kota Kupang, kita sudah berikan VAR untuk distok di RSU Kota Kupang.
Supaya stok kita tidak berkurang, kita juga sudah ajukan permohonan ke Kementerian Kesehatan 25 ribu vial VAR dan SAR sebanyak 550 vial.
Supaya masyarakat teredukasi, kita juga minta banner, liflet, lembar balik dan spanduk. Kita tetap mendistribusikan secara proposional VAR dan SAR ke daerah-daerah endemi dan kabupaten-kabupaten sekitarnya. Tentu daerah endemi, kuotanya harus lebih banyak,”kata Ruth.
Untuk diketahui terdapat 28 Provinsi di Indonesia sudah masuk kategori endemis Rabies. Sementata untuk Provinsi NTT sampai dengan saat ini sudah terkonfimasi 5.940 gigitan anjing di mana 4.998 sudah diberikan VAR dan selisihnya SAR.
Khusus untuk Kabupaten TTS, sampai dengan tanggal 22 Juni terkonfirmasi 514 gigitan di mana 460 sudah diberikan VAR dan selisihnya sudah SAR.
Dari 514 kasus gigitan di TTS, yang belum ada gejala 448 gigitan, gejala yang tidak khas rabies 63 gigitan serta gejala khas rabies 4 gigitan. Untuk penanganan kasus di TTS, sampai tanggal 22 Juni, yang rawat jalan 511 orang dan di rawat nginap 1 orang.
Sementara itu untuk jumlah kematian karena Rabies rabies di tahun 2023, sampai dengan tanggal 21 Juni sebanyak 10 orang dengan perincian Ende 2 orang, Manggarai 2 orang, Manggarai Timur 2 orang, Sikka 1 orang dan TTS sebanyak 3 orang.
Turut mendampingi pada kegiatan jumpa pers tersebut Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda NTT, Prisilia Parera. Biro Humas dan Protokol Setda NTT
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.