Silsilah Orang Rote dan Kontraversinya
Orang Rote tidak mengenal dan menyebut Adam dan Hawa sebagai manusia pertama baik di langit maupun bumi dalam tuturan mereka.
Mereka selalu mengagungkan Matahari dan Bulan. Hal demikian persis dengan bangsa Yahudi yang dalam bertutur silsilah keturunan harus dimulainya dari Matahari dan Bulan.
Telah dianggap oleh mereka, bahwa Matahari dan Bulan, merupakan kekuatan paling tertinggi, (red=sebelum Agama Masuk), Tahun 1730 M.
Buktinya, seperti misalnya dalam syair ini, “Se Leo Ledo Horo Fo Mana Tesa Todak do Seo Leo Ndu Nusok Fo Mana Mopo Morik. Arti harafiahnya, bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya akan berakhir dengan kematian sebab tidak ada manusia yang kekal dan abadi. Kehidupan manusia tidak sama dengan Matahari yang terbenam dan terbit. Juga Bulan yang menghilang dan muncul lagi.
Atau mengagungkan Matahari dan Bulan dalam syair lain, khususnya untuk memperoleh harta kekayaan dan kekebalan tubuh, mereka bersyair, “Mane Sai Mana Suri Sui Ma Ndu Nosok Mana Ketu Parani”.
Arti Harafiahnya adalah Matahari pembagi harta kekayaan dan Bulan pemberi kekuatan kekebalan tubuh.
Dari syair-syair tersebut para leluhur orang Rote selalu mendewakan Matahari dan Bulan, juga sama persis dengan bangsa Cina yang menyebut Yin dan Yan. Begitu juga, Jepang, yang dalam setiap pagi mereka memberi hormat kepada Matahari disaat terbit.
Lain dari itu, mereka juga mengakui, bahwa bumi dan langit, masing-masing memiliki penguasanya. Segala sesuatu yang terjadi baik di langit atau bumi pun harus atas ijin keduanya.
Lebih anehnya, menurut mereka, awalnya kehidupan dimulai dari Matahari dan Bulan. Bahkan hal itu sulit dipercaya secara nalar. Tetapi di Rote khususnya di Ti Kokolo Kecamatan Rote Barat Daya, terdapat sebuah situs yang mirip anak tangga, oleh masyarakat Ti Rote Barat Daya, menyebutnya, “Eda Huk”, artinya, “Tangga”, sebagai bukti, dan dipercaya hingga saat ini sebagai anak tangga para leluhur pergi dan kembali mengambil api di petir dan kilat.
Dahulu berdasarkan tuturan yang diperoleh penulis, para leluhur selalu saling berkunjung, baik di bumi maupun langit. Sebagai pengingat, berikut syairnya, “Ara tuti henur ma ara sambu lilor do paa habas sara fo Ara raba ma ara kai fo ara reu ma ara mai”, artinya, mereka menyambung muti, emas atau habas untuk pergi ke langit dan pulang ke bumi”, karena kabarnya, waktu itu sebagai pusat api baru ada di rumah leluhur ndela elu anak dari elu tonggo. Berikut sekilas silsilahnya, tata lain, memperanak lai tata memperanak tonggo lai memperanak elu tonggo memperanak ndela elu, (petir). *sambung
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.